UJI AKTIVITAS BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK
UJI AKTIVITAS BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK
NAMA : SARI SURYA GUMA SRI
NPM : F0I020056
KELAS : 1B
NAMA DOSEN : SUCI RAHMAWATI, M.Farm, Apt.
PRODI D3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
I.Tujuan
Mahasiswa mampu mengetahui dan melakukan uji aktivitas anti bakteri terhadap antibiotik
II. Landasan Teori
Antibakteri
Antibakteri adalah obat atau senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi bakteri, khususnya bakteri yang bersifat merugikan manusia. Beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses pembasmian bakteri yaitu germisid, bakterisid, bakteriostatik, antiseptik, desinfektan (Pelczar dan Chan, 1988).
Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat perutumbuhan bakeri dikenal sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM). Antibakteri tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antibakterinya ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudy dan Gan, 1995).
Mekanisme Antibakteri Pemusnahan mikrobia dengan antimikroba bersifat bakteriostatik masih tergantung dari kesangguapan reaksi daya tahan tubuh hospes. Peranan lamanya 15 kontak antara mikroba dengan antimikroba dalam kadar efektif juga sangat menentukan untuk mendapatkan efek (Setiabudy dan Gan, 1995). Mekanisme kerja obat antimikroba tidak sepenuhnya dimengerti. Namun mekanisme aksi ini dapat dikelompokkan dalam empat hal utama:
a. Penghambatan terhadap sintesis dinding sel
b. Penghambatan terhadap fungsi membran sel
c. Penghambatan terhadap sintesis protein
d. Penghambatan terhadap sintesis asam nukleat (Jawetz dkk., 2001).
Resistensi Bakteri
Resistensi bakteri terhadap antibiotik membuat masalah yang dapat menggagalkan terapi dengan antibiotik. Resistensi dapat merupakan masalah individual epidemiologi. Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap antibiotik tertentu yang dapat berupa resistensi alamiah, resistensi karena adanya mutasi spontan (resistensi kromosomal) dan resistensi karena adanya faktor R pada sitoplasma (resistensi ekstrakromosomal) atau resistensi karena pemindahan gen yang resisten atau faktor R atau plasmid (resistensi silang) (Wattimena, 1991) Penyebab terjadi resistensi mikroba adalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat, misalnya penggunaan dengan dosis yang tidak memadai, pemakaian yang tidak teratur atau tidak kontinyu, demikian juga waktu pengobatan yang tidak cukup lama. Maka untuk mencegah atau memperlambat timbulnya resistensi mikroba, harus diperhatikan cara-cara penggunaan antibiotik yang tepat (Wattimena, 1991).
Resistensi Alamiah
Beberapa mikroba secara alamiah tidak peka terhadap antibiotik tertentu. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya reseptor yang cocok atau dinding sel mikroba tidak dapat ditembus oleh antibiotik. Oleh sebab itu antibiotik tersebut mempunyai kekosongan dalam spektrum kerjanya.
Resistensi Kromoomal
Resistensi kromosom terjadi karena mutasi spontan pada gen kromosom. Kromosom yang telah termutasi ini dapat dipindahkan sehingga terjadi populasi yang resisten. Pemindahan kromosom ini mengakibatkan terjadi resistensi silang. Pada mutasi spontan terjadi seleksi oleh antibiotik dimana bibit yang peka akan musnah dan bibit yang resisten akan tetap dan berkembang biak.
Resistensi Ekstrak
Kromosomal Dalam resistensi ekstrakromosomal, yang berperan adalah faktor R yaitu kelompok plasmid yang membawa gen resistensi terhadap satu atau beberapa obat antimikroba. Faktor R dipindahkan dari bakteri yang satu ke bakteri yang lan sehingga terjadi resistensi silang. Dengan cara ini bakteri dapat memperoleh sekaligus gen yang resisten terhadap enam sampai tujuh antibiotik. Perpindahan resistensi dapat terjadi dengan cara transformasi, transduksi, dan konjugasi (Wattimena, 1991)
Meskipun sejak awal abad 20 antibiotik sebagai agen kemoterapi telah sukses dalam memerangi penyakit infeksi oleh bakteri, namun penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia. Bakteri penyebab infeksi telah mengembangkan perlindungan terhadap senyawa biokimia lingkungan, dan untuk resisten terhadap antibiotik yang berbahaya bagi mereka. Resistensi mikroorganisme patogen tersebut memberikan perlindungan terhadap intervensi kemoterapi antibiotik dan dapat menyebabkan infeksi yang menjadi lebih sulit untuk disembuhkan.1,2
Antibiotik merupakan senyawa alami maupun sintetik yang mempunyai efek menekan atau menghentikan proses biokimiawi di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh mikroba. Macam- macam kelompok antibiotik, yaitu:2
Antibiotik yang mengganggu biosintesis dinding sel bakteri, contohnya adalah kelompok β-laktam dan kelompok glikopeptida. Contoh antibiotik β-laktam
adalah penisilin dan sefalosporin, sedangkan antibiotik kelompok glikopeptida contohnya adalah vankomisin.
Antibiotik yang termasuk kelompok peptida yang mengandung lanthionine (contoh: nisin dan subtilin) merusak molekul membran sel bakteri.
Antibiotik kelompok makrolid bekerja menghambat sintesis protein bakteri.
Antibiotik kelompok aminoglikosida menghambat proses translasi.
Antibiotik kelompok tetrasiklin bekerja pada ribosom bakteri dengan cara menghambat interaksi kodon-antikodon antara mRNA dengan tRNA.
Mekanisme resistensi bakteri dapat terjadi dengan mekanisme sebagai berikut:2,3
Pengurangan akses antibiotik ke target porin pada membran luar
Inaktivasi enzimatis laktamase-ß (ß- laktamase)
Modifikasi/proteksi target resistensi terhadap ß-laktam, tetrasiklin, dan kuinolon
Kegagalan aktivasi antibiotik
Efluks aktif antibiotik
Pada prinsipnya tes kepekaan terhadap antimikroba adalah penentuan terhadap bakteri penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan resistensi terhadap suatu antimikroba atau kemampuan suatu antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tumbuh in vitro, sehingga dapat dipilih sebagai antimikroba yang berpotensi untuk pengobatan.2,4
Uji kepekaan antimikroba (antimicrobial susceptibility testing) dilakukan pada isolat mikroba yang didapatkan dari spesimen pasien untuk mendapatkan agen antimikroba yang tepat untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroba tersebut.5
Pengujian dilakukan di bawah kondisi standar, dimana kondisi standar berpedoman kepada Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI). Standar yang harus dipenuhi yaitu konsentrasi inokulum bakteri, media perbenihan (Muller Hinton) dengan memperhatikan pH, konsentrasi kation, tambahan darah dan serum, kandungan timidin, suhu inkubasi, lamanya inkubasi, dan konsentrasi antimikroba.2,4,6
Walaupun kondisi penting untuk pemeriksaan in vitro telah distandarkan, namun tidak ada kondisi in vitro yang mengambarkan kondisi yang sama dengan keadaan in vivo tempat yang sebenarnya bakteri tersebut menginfeksi. Dengan demikian ada beberapa faktor yang memegang peranan penting dari pasien disamping hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil uji kepekaan yang telah diperhitungkan pada metode uji. Faktor tersebut antara lain, yaitu:
Difusi antimikroba pada sel dan jaringan hospes
Protein serum pengikat antimikroba
Gangguan dan interaksi obat
Status daya tahan dan sistem imun pasien
Mengidap beberapa penyakit secara bersamaan
Virulensi dan patogenitas bakteri yang menginfeksi
Tempat infeksi dan keparahan penyakit.6
Terdapat beberapa prinsip dasar pemeriksaan uji kepekaan terhadap antimikroba, antara lain:2
Merupakan metode yang langsung mengukur aktivitas satu atau lebih antimikroba terhadap inokulum bakteri.
Merupakan metode yang secara langsung mendeteksi keberadaan mekanisme resitensi spesifik pada inokulum bakteri.
Merupakan metode khusus untuk mengukur interaksi antara mikroba dan antimikroba.7
Kemampuan antimikroba dalam melawan bakteri dapat diukur menggunakan metode yang biasa dilakukan, yaitu:
Metode Dilusi
Metode dilusi terdiri dari dua teknik pengerjaan, yaitu teknik dilusi perbenihan cair dan teknik dilusi agar yang bertujuan untuk penentuan aktivitas antimikroba secara kuantitatif, antimikroba dilarutkan kedalam media agar atau kaldu, yang kemudian ditanami bakteri yang akan dites. Setelah diinkubasi semalam, konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri disebut dengan MIC (minimal inhibitory concentration). Nilai MIC dapat pula dibandingkan dengan konsentrasi obat yang didapat di serum dan cairan tubuh lainnya untuk mendapatkan perkiraan respon klinik.2,7
Dilusi perbenihan cair
Dilusi perbenihan cair terdiri dari makrodilusi dan mikrodilusi. Pada prinsipnya pengerjaannya sama hanya berbeda dalam volume. Untuk makrodilusi volume yang digunakan lebih dari 1 ml, sedangkan mikrodilusi volume yang digunakan 0,05 ml sampai 0,1 ml. Antimikroba yang digunakan disediakan pada berbagai macam pengenceran biasanya dalam satuan µg/ml, konsentrasi bervariasi tergantung jenis dan sifat antibiotik, misalnya sefotaksim untuk uji kepekaan terhadap Streptococcus pneumonia, pengenceran tidak melebihi 2 μg/ml, sedangkan untuk Escherichia coli pengenceran dilakukan pada 16 µg/ml atau lebih.8
Secara umum untuk penentuan MIC, pengenceran antimikroba dilakukan penurunan konsentrasi setengahnya misalnya mulai dari 16, 8, 4, 2, 1, 0,5, 0,25 µg/ml konsentrasi terendah yang menunjukkan hambatan pertumbuhan dengan jelas baik dilihat secara visual atau alat semiotomatis dan otomatis, disebut dengan konsentrasi daya hambat minimum/MIC (minimal inhibitory concentration).2,8
Dilusi agar
Pada teknik dilusi agar, antibiotik sesuai dengan pengenceran akan ditambahkan ke dalam agar, sehingga akan memerlukan perbenihan agar sesuai jumlah pengenceran ditambah satu perbenihan agar untuk kontrol tanpa penambahan antibiotik, konsentrasi terendah antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri merupakan MIC antibiotik yang diuji. Salah satu kelebihan metode agar dilusi untuk penentuan MIC Neisseria gonorrhoeae yang tidak dapat tumbuh pada teknik dilusi perbenihan cair.8
Dasar penentuan antimikroba secara in vitro adalah MIC (minimum inhibition concentration) dan MBC (minimum bactericidal concentration). MIC merupakan konsentrasi terendah bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan hasil yang dilihat dari pertumbuhan koloni pada agar atau kekeruhan pada pembiakan cair. Sedangkan MBC adalah konsentrasi terendah antimikroba yang dapat membunuh 99,9% pada biakan selama waktu yang ditentukan. Absorpsi obat
dan distribusi antimikroba akan mempengaruhi dosis, rute dan frekuensi pemberian antimikroba untuk mendapatkan dosis efektif di tempat terjadinya infeksi.8,11
Penentuan konsentrasi minimum antibiotik yang dapat membunuh bakteri/ minimum bactericidal concentration (MBC) dilakukan dengan menanam bakteri pada perbenihan cair yang digunakan untuk MIC ke dalam agar kemudian diinkubasi semalam pada 37⁰C. MBC adalah ketika tidak terjadi pertumbuhan lagi pada agar.11
Penentuan MBC dilakukan penanaman dari semua perbenihan cair pada penentuan MIC. Pada gambar 3, dari kiri atas merupakan media pertumbuhan untuk konsentrasi 0, 1, 2,
4, 8, 16, 32, dan 64. Pada konsentrasi 32 masih ada pertumbuhan 8 koloni, sedangkan pada 64 sudah tidak ditumbuhi berarti MBC 64 µg/ml.12 Keuntungan dan kerugian metode
dilusi memungkinkan penentuan kualitatif dan kuantitatif dilakukan bersama-sama. MIC dapat membantu dalam penentuan tingkat resistensi dan dapat menjadi petunjuk penggunaan antimikroba. Kerugiannya metode ini tidak efisien karena pengerjaannya yang rumit, memerlukan banyak alat-alat dan bahan serta memerlukan ketelitian dalam proses pengerjaannya termasuk persiapan konsentrasi antimikroba yang bervariasi.1
Metode Difusi
Cakram kertas, yang telah dibubuhkan sejumlah tertentu antimikroba, ditempatkan pada media yang telah ditanami organisme yang akan diuji secara merata. Tingginya
konsentrasi dari antimikroba ditentukan oleh difusi dari cakram dan pertumbuhan organisme uji dihambat penyebarannya sepanjang difusi antimikroba (terbentuk zona jernih disekitar cakram), sehingga bakteri tersebut merupakan bakteri yang sensitif terhadap antimikroba. Ada hubungan persamaan yang hampir linear (berbanding lurus) antara log MIC, seperti yang diukur oleh metode dilusi dan diameter zona daya hambat pada metode difusi.2,8
Hasil dari tes kepekaan, mikroorganisme diklasifikasikan ke dalam dua atau lebih kategori. Sistem yang sederhana menentukan dua kategori, yaitu sensitif dan resisten. Meskipun klasifikasi tersebut memberikan banyak keuntungan untuk kepentingan statistik dan epidemiologi, bagi klinisi merupakan ukuran yang terlalu kasar untuk digunakan. Dengan demikian hasil dengan tiga klasifikasi yang biasa digunakan, (sensitif, intermediet, dan resisten) seperti pada metode Kirby- Bauer.2,8
Ukuran zona jernih tergantung kepada kecepatan difusi antimikroba, derajat sensitifitas mikroorganisme, dan kecepatan pertumbuhan bakteri. Zona hambat cakram antimikroba pada metode difusi berbanding terbalik dengan MIC. Semakin luas zona
hambat, maka semakin kecil konsentrasi daya hambat minimum MIC. Untuk derajat kategori bakteri dibandingkan terhadap diameter zona hambat yang berbeda-beda setiap antimikroba, sehingga dapat ditentukan kategori resisten, intermediate atau sensitif terhadap antimikroba uji.
Tes kepekaan terhadap antimikroba adalah penentuan terhadap bakteri penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan resistensi terhadap suatu antimikroba atau kemampuan suatu antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tumbuh in vitro, sehingga dapat dipilih sebagai antimikroba yang berpotensi untuk pengobatan.
Uji kepekaan antimikroba yang digunakan pada laboratorium klinik berdasarkan pada metode difusi dan dilusi. Kedua metode ini digunakan untuk mendapatkan MIC (minimum inhibition concentration) suatu agen antimikroba.
Alasan dilakukannya uji kepekaan antimikroba adalah untuk mendapatkan agen antimikroba yang tepat untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu. Uji sensitifitas antimikroba tidak dilakukan pada setiap spesimen, melainkan hanya dilakukan pada spesimen dengan jenis mikroba tertentu yang belum diketahui secara umum sensitifitasnya terhadap jenis-jenis antimikroba yang umum digunakan
III.Alat dan Bahan
A.Alat
Erlenmayer
- Bunsen
- Cawan petri
- Pipet tetes
- Rak tabung reaksi
- Pinset
- Beaker glass
- Tabung reaksi
- Timbangan
- Pembokong kertas
- Autoklaf
- Inqubator
- Lumpang
- Vortex mixer koran
- hotplate
B.Bahan
- Aquadest
- Alkohol
- nutrien agar
- amoksilin
IV.Prosedur kerja
Sterilisai alat dengan membungkus alat dengan kran kecuali rak tabung reaksi menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 0 dengan tekanan 1 atm . setelah suhu sampai titk 121 0 dan tunggu sampai 15 menit dan jangan lupa buka katup uapnya
Hidupkan hotplate dan panaskan NA
Setelah alat disterilasasi semua alat, hidupkan bunsen dan buka pembukusnya di tengah bunsen agar alat tidak terkontaminasi
Isi gelas ukur dengan aqua dest sebanyak 10ml, tuangkan ke dalam tabung reaksi ( 3 tabung reaksi)
Masukkan Na ke dalam cawan petri
Gerus amoksilin dan timbang menjadi 10,15,20 mg
Masukkan amoxilin ke dalam gelas ukur, dan homogenkan menggunakan vortex mixer
Sterilkan pinset
Sterilkan cawan menggunakan alkohol dan tandai atau bagi menjadi 4 bagian dan tandai
Celupkan cakram ke dalam aquades, tandai kontrol negatif, begitupun selanjtnya celukan cakram ke dalam tabung reaks kontro negatuf 10,15,20 dan tandai cawan petri
Setelahitu masukkan sampel ke dalam inqubator da tunggu 1x 24 jam lalu amati hasilnya
V. Hasil dan Pembahasan
Hasil
gambar
keterangan
Hasil percobaan pada
Kontrol negatif, kontrol negatif 10, kontrol negatif 15 dan kontrol negatif 20
Pasa sampel kontrol negative. Terlihat semuanya terdapat clearzone tetapii di control negatif 15 hanya terdapat sedikit clearzon
Pembahasan
GPada praktikum kali ini menggunakan metode difusi. Pada metode difusi prinsipnya adalah terdifusinya senyawa antimikroba ke dalam media padatyang telah diinokulasi dengan bakteri. Metode difusi dapat dilakukan dengan cara cakram atau sumuran. Pada metode difusi cakram, kertas cakram yang mengandung antibiotik diletakkan di atas media yang telah mengandung mikroba, kemudian diinkubasi dan dibaca hasilnya berdasarkan kemampuan penghambatan mikroba di sekitar kertas cakram. Metode difusi sumuran dilakukan dengan membuat sumuran dengan diameter tertentu pada media agar yang sudah ditanami bakteri.Antibiotik diinokulasikan ke dalam sumuran tersebut dan diinkubasikan.Zona jernih yang terbentuk di sekitar cakram atau sumuran merupakan indikator penghambatan antibiotik terhadap pertumbuhan mikroba.
Pada prinsipnya tes kepekaan terhadap antimikroba adalah penentuan terhadap bakteri penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan resistensi terhadap suatu antimikroba atau kemampuan suatu antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tumbuh in vitro, sehingga dapat dipilih sebagai antimikroba yang berpotensi untuk pengobatan.
Pasa sampel kontrol negative. Terlihat semuanya terdapat clearzone tetapii di control negatif 15 hanya terdapat sedikit clearzon,hal ini bumtikan bahwa antibiotik dpaat membunuh bakteri.
VI. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Antibiotik merupakan senyawa alami maupun sintetik yang mempunyai efek menekan atau menghentikan proses biokimiawi di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh mikroba.
Pada prinsipnya tes kepekaan terhadap antimikroba adalah penentuan terhadap bakteri penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan resistensi terhadap suatu antimikroba atau kemampuan suatu antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tumbuh in vitro, sehingga dapat dipilih sebagai antimikroba yang berpotensi untuk pengobatan.
B. Saran
Sebaiknya dalam praktikum praktikan melakukan percobaan dengan teliti dan juga menjaga kebersihan dan kesterilan di dalam laboratorium saat praktikum
VII.Daftar Pustaka
ennang N, Wildena, Benny R. Methicilin resistent Staphylococcus aureus,antimicrobial susceptibility laboratory test. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. 2010; 17(1):5-8.
Jawetz, Melnick, Adelbergs. Mikrobiologi kedokteran. Jakarta: Salemba Medika; 2005.
Syahrurahman A, Chatim A, Soebandrio A, Santoso, Harun H, Bela B, et al. Buku ajar mikrobiologi kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Binarupa Aksara; 2010.
Endriani R, Supardi I, Sudigdoadi S, Wartadewi. Penentuan konsentrasi hambat minimal (KHM), konsentrasi bunuh minimal (KBM) dan waktu kontak ekstrak bawang putih (A. sativum)dibandingkan dengan eugenol terhadap S. mutans secara in vitro. JIK. 2007; 1:30-5. World Health Organization. Monitoring of antimicrobial resistance. India: WHO;
Sumampouw, O. J. (2018). The Antibiotics Sensitivity Test On Escherichia Coli That Cause Diarrhea In Manado City. JCPS (Journal of Current Pharmaceutical Sciences), 2(1), 104-110.
Komentar
Posting Komentar